BAB I
A.
Latar
Belakang
Pada abad 10-an,
telah lahir sosok intelek yang terkenal di penjuru dunia, ialah Imam
al-Ghozali, yang telah mewarnai dunia dengan pemikiran-pemikirannya yang
inspiratif dan mengguncang dunia. Memiliki banyak pengetahuan sehingga ia dapat
menghasilkan beberapa karya yang telah banyak dikaji masyarakat hingga pada
saat ini.
Diantara buah
tangan al-Ghazali tersebut adalah buku Ihya
Ulumuddin, salah satu karya besar dari beliau dan salah satu karya besar
dalam perpustakaan Islam. Meskipun ada berpuluh lagi karangan beliau yang lain
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan Islam, namun yang menjadi intisari dari
seluruh karangan-karangan beliau itu adalah buku Ihya Ulumuddin.[1]
Ihya
Ulumuddin berbicara tentang banyak hal, diantaranya adalah pembahasan tentang
ilmu pada jilid pertama. Al-Ghazali telah membahas konsep strukur keilmuan dan
membaginya dari berbagai macam aspek, yang secara garis besar dilihat dari
hukum mempelajarinya, yaitu fardh ‘ain dan fardh kifayah.
Sejalan
dengan itu, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, salah satu
kampus ternama dan merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang
memiliki obsesi menjadi the real Islamic university dan the center of
Islamic civilization di Indonesia. Telah mengembangkan struktur keilmuannya
yang terintegrasi antara agama dan ilmu umum
untuk menghasilkan lulusan mahasiswa yang dipersonifikasikan sebagai
ulama yang intelek professional dan intelek professional yang ulama . Hal itu tergambarkan pada konsep pohon ilmu yang
memiliki arti tersendiri.
Pada pohon ilmu
tersebut, ilmu-ilmu yang terdapat di dalamnya ada yang bersifat fardh ‘ain dan ada
yang bersifat fardh kifayah. Mulai dari akar, batang, dahan, ranting dan daun-daunnya.
Berdasarkan hal itu, maka
di dalam malakah ini, penulis berusaha menulis terkait dengan relevansi
struktur keilmuan perspektif al-Ghazali dengan konsep pohon ilmu yang
dikembangkan di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Siapakah Imam al-Ghazali?
2.
Bagaimanakah struktur keilmuan
menurut al-Ghazali?
3.
Bagaimanakah konsep pohon ilmu
di UIN Maliki Malang?
4.
Bagaimanakah relevansi struktur
keilmuan al-Ghazali dengan konsep pohon ilmu UIN Maliki Malang?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui biografi Imam al-Ghazali.
2.
Mengetahui struktur keilmuan
menurut al-Ghazali.
3.
Mengetahui konsep pohon ilmu
di UIN Maliki Malang.
4.
Mengetahui relevansi struktur keilmuan
al-Ghazali dengan konsep pohon ilmu UIN Maliki Malang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Al-Ghazali
Nama lengkap al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad ibnu Ahmad al-Ghazali
Al-Thusi. Ia dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di Ghazal, Thus, provinsi
Khurasan, Republik Islam Iran. Dengan demikian, ia adalah keturunan Persia asli.
Orang tuanya gemar mempelajari ilmu tasawuf, karenanya ia (orang tuanya) hanya
mau makan dari hasil usaha tangannya sendiri dari menenun wol. Ia juga tekenal
pencinta ilmu dan selalu berdo’a agar anaknya kelak menjadi seorang ulama. Amat
disayangkan ajalnya tidak memberi kesempatan kepadanya untuk menyaksikan
keberhasilan anakanya sesuai dengan do’anya. Sebelum ia meninggal ia masih
sempat menitipkan al-Ghazali bersama saudanya Ahmad, kepada seorang sufi,
sahabatnya untuk dididik dan dibimbingnya dengan baik.[2]
Al-Ghazali memulai pendidikannya
di tempat kelahirannya Tus, dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan.
Selanjutnya, ia pergi ke Nishafur dan Khurasan, dua kota yeng terkenal sebagai
pusat ilmu pengetahuan terpenting di dunia Islam saat itu. Di kota Nishafur
inilah al-Ghazali berguru kepada Imam Al-Haramain Abi Al-Ma’ali Al-Juwainy,
seorang ulama yang bermadzab Syafi’i yang menjadi guru besar di Nishafur.[3]
Diantara mata pelajaran yang dipelajari al-Ghazali di kota tersebut
adalah teologi, hukum Islam, filsafat, logika, sufisme, dan ilmu-ilmu alam.
Ilmu-ilmu yang dipelajarinya inilah yang kemudian mempengaruhi sikap dan
pandangan ilmianya di kemudian hari. Hal ini antara lain terlihat dari karya
tulisannya yang dibuat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dalam ilmu
kalam, al-Ghazali misalnya menulis buku berjudul Ghayah al-Maram fi ‘Ilm
al-Kalam “Tujuan Mulia dari Ilmu Kalam”, dalam bidang tasawuf menulis buku Ihya
Ulum al-Din “Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama”, dan dalam ilmu hukum
Islam ia menulis al-Mustasyfa “Yang menyembuhkan”, dalam filsafat ia
menulis Maqashid al-Falasifah “ Tujuan dari Filsafat” dan Tahafut
al-Falasifah “Kerancuan Filsafat”.[4]
Al-Ghazali wafat pada 14 Jumadil Akhir 505 H, bertepatan dengan tanggal
18 Desember 1111 M. ia menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam usia 55
tahun. Jasadnya dikebumikan di sebelah timur benteng dekat Thabaran
berdampingan dengan makam penyair yang terkenal Al-Firdausy.[5]
Sebelum meninggal al-Ghazali pernah mengucapkan kata-kata yang diucapka pula
oleh Francis Bacon seorang filosuf Inggris, yaitu: “ Aku letakkan ahwahku
dihadapan Allah dan tanamkanlah jasadku dilipat bumi yang sunyi senyap. Namaku
akan bangkit kembali menjadi sebutan dan buah bibir umat manusia di masa
depan”.[6]
Karena begitu banyak keahlian yang dikuasai oleh al-Ghazali, wajar bila
orang-orang sesudahnya memberi berbagai gelar penghormatan kepadanya, antara
lain Hujjatul Islam “Pembela Islam”, Zainuddin “Hiasan Agama”, Bahrun
Mughriq “Samudra yang Menenggelamkan”, Syaikhul Shuffiyyin “Guru
Besar para Sufi”, Imamul Murobbin “Pemimpin para Pendidik”, dan
sebaginya.[7]
B.
Struktur
Ilmu Menurut Al-Ghazali
Terkait
dengan konsep struktur ilmu menurut
al-Ghazali, ilmu terbagi menjadi dua, yaitu: ilmu syari’ah dan ilmu
bukan syari’ah. Adapun penjelasannya adalah sebagaimana berikut:
1. Ilmu Syari’ah
Menurut
al-Ghazali dalam Ihya ulumuddin, yang dimaksud dengan ilmu syari’ah
adalah yang diperoleh dari Nabi-nabi as. Dan tidak ditunjjukan oleh akal manusia
kepadanya misalnya ilmu berhitung atau percobaan misalnya ilmu kedokteran atau
pendengaran seumpama ilmu bahasa.[8]
Kemudian
al-Ghazali membagi ilmu syari’ah menjadi dua bagian, yaitu ilmu syari’ah yang
bersifat fardh ‘ain dan ilmu syari’ah yang bersifat fardh kifayah.
Adapun penjelasannya adalah sebagaimana berikut:
1) Fardh ‘ain
Maksud dari
ilmu pengetahuan yang bersifat fardh ‘ain yaitu ilmu tentang cara amal
perbuatan yang wajib. [9]Ilmu
pengetahuan yang tergolong fardhu ain adalah sebagaimana yang telah dikatan
oleh Abu Tholib Al-Makki, bahwa ilmu yang diwajibkan ialah pengetahuan yang
terkandung dalam hadis nabi yang menerangkan sendi-sendi islam,[10]
yaitu sabda Nabi SAW:
بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا لله وأن محمدا رسول
الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة والحج
وصوم
رمضان .
(
رواه البخاري)
Artinya: Islam didirikan atas lima
dasar: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan
Allah, melaksanakan sholat, berzakat, haji (bagi yang mampu), dan puasa
Ramadhan. (H.R.Imam Bukhori).[11]
Menurut
al-Ghazali karena yang wajib adalah lima itu, maka wajib pula mengetahui cara
mengerjakannya dan betapa kewajibannya. Dan yang sebaiknya diyakini oleh yang memperolehnya
dan tidak diragukan lagi, sebagaimana yang disebutkan dalam pendaluan ihya
ulumuddin bahwa ilmu ini terbagi menjadi dua, yaitu ilmu mu’amalah
dan ilmu mukasyafah, namun yang dimaksud disini adalah ilmu mu’amalah.[12]
Ilmu muamalah yang di
tugaskan kepada hamba Allah, yang berakal dan dewasa, untuk mengamalkannya,
ialah tiga: aqidah, berbuat dan tidak berbuat. Orang yang berakal sehat, apabilah
sudah sampai umur (baligh), baik dengan bermimpi (ihtilam) atau
dengan perkiraan umur, pada pagi hari misalnya, maka yang pertama kali wajib
atas dirinya adalah mempelajari dua kalimat syahadah serta memahami artinya.
Yaitu: “Laa ilaaha illallah, Muhammadur rasuulullah”. Dan tidak diwajibkan kepadanya, untuk berhasil
menyingkapkan bagi dirinya, dengan pemikiran, pembahasan dan penguraian
dalil-dalil. Tetapi cukuplah sekedar membenarkan dan meyakini benar-benar tanpa
keraguan dan kebimbangan.[13]
Adapun
kewajiban selain itu, yakni dalam berbuat, atau tidak berbuat, atau pada aqidah.
Dan tidak yang demikian perlu (dlaruri) pada tiap-tiap orang, bahkan
mungkin terlepas daripadanya.[14]
Pertama terkait
dengan berbuat, al-Ghazali menggambarkan, jika seseorang hidup terus dari pagi
itu sampai waktu dhuhur. Maka dengan masukknya waktu dhuhur, datanglah
kewajiban baru baginya, yaitu mempelajari cara bersuci dan bershalat. Kalau dia
sehat dan terus bertahan sampai waktu tergelincir matahari, yang tidak mungkin
ia menyempurnakan pelajaran dan mengajarkan Dhuhur dalam waktunya, tetapi waktu
akan habis jika ia terus belajar, maka tepatlah kalau dikatakan bahwa pada
dhahirnya dia terus hidup. Dari situ, maka ia wajib mendahulukan belajar atas
masuknya waktu. Dan boleh juga dikatakan bahwa wajib adalah ilmu itu menjadi
syarat untuk amal, sesudah wajib amal itu. Maka belajar itu belum lagi wajib
sebelum tergelincinya matahari. Demikian juga dengan sholat-sholat yang lain
serta kewajiban yang lain.[15]
Kedua terkait dengan
tidak berbuat, maka wajib mempelajari ilmu itu menurut perkembangan keadaan.
Dan yang demikian itu berbeda, menurut keadaan orang. Karena tidak wajib bagi
orang bisu, mempelajari kata-kata yang diharamkan. Tidak wajib juga bagi orang
buta mempelajari hal-hal yang haram dipandang. Dan tidak wajib juga bagi orang
desa (badui) mempelajari tempat-tempat duduk yang diharamkan. Maka yang
demikian itu juga wajib menurut yang dikehendaki oleh keadaan. Apa apa yang
diketahuinya bahwa ia terlepas daripadanya, maka tidak wajib mempelajarinya.
Dan apa yang tidak terlepas daripadanya, maka wajib diberitahukan kepadanya. Misalnya,
ketika ia masuk Islam, ia memakai kain sutra, suka merampok atau suka melihat
yang bukan mahramnya, maka wajib diberitahukan kepadanya yang demikian itu.[16]
Ketiga terkait
dengan aqidah dan amal perbuatan hati, maka wajib mengetahuinya menurut bisikan
hati. Kalau timbul keraguan mengenai pengertian yang terkandung dalam dua
kalimah syahadah, maka wajib mempelajari apa yang bisa menghilangkan keraguan
itu.
2) Fardh kifayah
Fardh kifayah dari ilmu
syari’ah terbagi menjadi empat, yaitu: Pokok (ushul), cabang (furu’),
mukaddimah (ilmu pengantar), dan penyempurna.
Pertama: Pokok
(ushul), yaitu ada empat, Kitabullah ‘Azza wa Jalla, Sunnah Rasul SAW,
Ijma’ Umat dan peninggalan-peninggalan sahabat (atsar).[17]
Kedua: Cabang (furu’),
yaitu apa yang dipahamkan dari poko-pokok (ushul diatas). Tidak menurut yang
dikehendaki oleh kata-katanya, tetapi menurut pengertian yang dapat dicapai
oleh akal pikiran. Ilmu furu’ ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1) menyangkut
dengan kepentingan duniawi. Dan termuat dalam kitab-kitab fiqih. Yang
bertanggung jawab terhadapnya ialah para ulama’ fiqih. Dan mereka itu adalah
ulama dunia, 2) menyangkut dengan kepentingan akhirat. Yaitu ilmu hal keadaan
hati, budi pekerti terpuji dan tercela, hal-hal yang disenangi dan dibenci oleh
Allah.[18]
Ketiga: Mukaddimah
(ilmu pengantar), yaitu ilmu yang merupakan alat, seperti ilmu bahasa dan tata
bahasa. Keduanya adalah merupakan alat untuk menegtahui isi kitabullah dan
sunnah Rasul saw.
Keempat:
Penyempurna, yaitu: mengenai ilmu al-Qur’an. Dan terbagi kepada yang
berhubungan dengan kata-katanya seperti mempelajari qiro’ah (cara membaca), dan
bunyi hurufnya. Dan yang berhubungan dengan pengertiannya, seperti tafsir,
karena pengertia itu berpegang pula pada naqal atau (keadaan di sekitar ayat
itu, baik sebab turunnya dan suasananya dalam sejarah tiap-tiap ayat suci).
Karena semata-mata bahasa saja, tidak dapat berdiri sendiri. Dan yang
berhubungan dengan yang lainnya dalam ruang lingkup ilmu al-Qur’an. Ilmu ini
juga melengkapi sunnah Nabi.[19]
2. Ilmu Bukan Syari’ah
Ilmu-ilmu
yang bukan syari’ah terbagi menjadi: ilmu yang terpuji, ilmu yang tercela, ilmu
yang dibolehkan. Ilmu yang terpuji ialah yang ada hubungannya dengan
kepentingan urusan duniawi, seperti ilmu kedokteran dan ilmu berhitung. Dan itu
terbagi juga menjadi fardh kifayah dan ilmu utama yang tidak fardhu.[20]
1) Fardh Kifayah
Yaitu setiap
ilmu yang tidak dapat dikesampinhkan dalam menegakkan urusan duniawi, jika dari
suatu penduduk tidak ada yang menegakkannya, maka berdosa semua, kecuali jika
ada yang menegakkannya, maka gugur bagi yang lain. Misalnya adalah:
a.
Ilmu kedokteran, karena
pentingnya dalam pemeliharaan tubuh manusia.
b.
Ilmu berhitung, karena
pentingnya dalam masyarakat jual beli, pembagian harta wasiat, pusaka dan
lain-lain.
c.
Pokok-pokok industry, seperti
pertanian, pertenunan dan siasat, bahkan juga pembekaman dan penjahitan.
2) Ilmu Utama yang Tidak Fardh
Kifayah
Yaitu ilmu
yang mendalami tentang hal-hal yang halus bagi ilmu berhitung, ilmu kedokteran
dan lain-lainnya, termasuk yang tidak diperlukan begitu penting, tetapi
berfaidah menambahkan kekuatan pada kadar yang diperluka.[21]
4) Ilmu yang dibolehkan, Seperti
pantun-pantun yang sopan, berita-berita sejaran dan lain sebagainya.[23]
C.
Konsep
Pohon Ilmu UIN Maliki Malang
Ilmu yang dikembangkan di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang bersumber
dari al-Qur’an dan hadis nabi. Petunjuk al-Qur’an dan hadis yang masih bersifat
konseptual selanjutnya dikembangkan lewat kegiatan eksperimen, observasi dan
pendekatan ilmiah lainnya. Ilmu pengetahuan yang berbasis pada al-Qur’an dan
al-Sunnah itulah yang dikembangkan oleh UIN Maliki Malang. Jika menggunakan
bahasa kontemporer UIN Maliki Malang berusaha menggabungkan ilmu agama dan ilmu
umum dalam satu kesatuan. Sesungguhnya UIN Malang tidak sepaham dengan dengan
siapa saja yang mengkategorikan ilmu agama dan ilmu umum. Sebab kategorisasi
itu terasa janggal atau rancu. Istilah umum adalah lawan kata dari khusus.
Sedangkan agama, khusnya islam tidak tepat dikategorikan sebagai ajaran yang
bersifat khusu. Sebab, lingkup ajarannya begitu luas dan bersifat universal,
menyangkut berbagai aspek kehidupan. Jika keduanya dipandang sebagain ilmu yang
bersumber dari wahyu, sedang ilmu umum berasal dari manusia.[24]
Agar lebih jelas, pohon yang digunakan sebagai metafora bangunan
keilmuan UIN Maliki malang dapat digambarkan sebagai berikut:
Adapun uraian makna dari pohon ilmu
UIN Maliki Malang diatas adalah:
1. Akar yang kukuh menghunjam ke bumi itu digunakan untuk menggambarkan
kemampuan berbahasa asing (Arab dan Inggris), logika dan filsafat, ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial. Bahasa Asing yaitu Arab dan Inggris, harus dikuasai
oleh setiap mahasiswa. Bahasa Arab digunakan sebagai piranti mendalami ilmu-ilmu
yang bersumber dari al-Qur’an dan hadis nabi serta kitab-kitab berbahasa Arab
lainnya. Penggunaan bahasa Inggris dipandang penting sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan teknologi dan bahasa pergaulan internasional. Selanjutnya,
pendalaman terhadap pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, kemampuan
logika/filsafat, ilmu alam dan ilmu social perlu dikuasai oleh setiap mahasiswa
agar dijadikan bekal dan instrument dalam menganalisis dan memahami isi
al-Qur’an, hadis maupun fenomena alam dan social yang dijadikan objek
kajian-kajiannya. Jika hal tersebut dikuasai secara baik, maka mahasiswa akan
dapat mengikuti kajian keilmuan selanjutnya secara mudah.
2. Batang yang kukuh digunakan untuk
menggambarkan ilmu-ilmu yang terkait dan bersumber lansung dari al-Qur’an dan
hadis Nabi. Yaitu, studi al-Qur’an, studi hadis, pemikiran Islam, dan sirah
Nabawiyah. Ilmu semacam ini hanya dapat dikaji dan dipahami secara baik oleh
mereka yang telah memiliki kemahiran bahasa Arab, logika, ilmu alam dan ilmu sosial.
3. Dahan dan ranting dari pohon yang kukuh dan rindang tersebut digunakan
untuk menggambarkan disiplin ilmu modern yang dipilih oleh setiap mahasiwa.
Disiplin ilmu ini bertujuan untuk mengembangkan aspek keahlian dan
profesionalismenya. Disiplin ilmu modern itu misalnya: ilmu kedokteran,
filsafat, psikologi, ekonomi, sosiologi, teknik serta cabang-cabang ilmu
lainnya.[26]
Pohon selalu membutuhkan sari pati makanan yang
diperoleh dari tanah, diserap oleh akar, dibawa melalui batang ke dahan,
ranting dan daun. Oleh daun sari pati makanan itu diolah dengan bantuan sinar
matahari yang disebut asimilasi. Hasil olahan sari pati makanan itu dikirim ke
seluruh bagian pohon agar tetap hidup dan berkembang, dan selanjutnya berbuah.
Begitu pula jika pohon itu digunakan sebagai metafora bangunan ilmu. Tanah
dimana pohon itu tumbuh, digunakan untuk menggambarkan betapa pentingnya aspek
kultural yang harus ada pada setiap upaya pendidikan, lebih-lebih pendidikan
agama islam. Selanjutnya, akar yang menghujam ke bumi bertugas memperkokoh dan
sekaligus mengambil sari pati makanan untuk menggambarkan ilmu alat sebagai
syarat bagi siapa saja yang mau mendalami sumber ilmu ke-Islaman yaitu
al-Qur’an dan hadis.[27]
D.
Relevansi
Struktur Keilmuan Al-Ghazali dengan Konsep Pohon Ilmu UIN Maliki Malang.
Telah dijelaskan diatas struktur keilmuan
menurut al-Ghazali dan konsep pohon ilmu Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang. Secara garis besar, al-Ghazali membagi ilmu berdasarkan hukum
mencarinya menjadi fardh ‘ain dan fardh kifayah. Ilmu yang tegolong pertama
(fardh ‘ain) berupa ilmu agama Islam berupa al-Qur’an dan hadis. Sedangkan ilmu
yang tergolong jenis kedua (fardh kifayah) adalah ilmu yang dipandang penting
dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, misalnya ilmu
administrasi, ilmu kedokteran, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi, ilmu politik dan
sebagainya.[28]
Sejalan
dengan pandangan al-Ghazali terhadap pembagian ilmu berdasarkan hukum
mencarinya itu, hukum fardh ‘ain dan fardh kifayah juga digunakan untuk
memberikan arah siapa saja yang menyelesaikan program studi pada jenjang
tertentu di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Dalam
perspektif kurikulum, bangunan ilmu yang bersifat integratif- ilmu agama dan
umum, digunakan metafora sebuah pohon yang tumbuh subur, lebat dan rindang.
Masing-masing bagian pohon dan bahkan tanah dimana sebatang pohon itu tumbuh
digunakan untuk menerangkan keseluruhan jenis ilmu pengetahuan yang harus
dikaji oleh seseorang agar dianggap telah menyelesaikan program studinya.[29]
Penerapan
hukum fardh ‘ain dan fardh kifayah tersebut adalah sebagaimana berikut:
1.
Fardh ‘ain, yaitu ilmu-ilmu
yang berada pada akar yang menggambarkan ilmu-ilmu alat yang harus dikuasai
oleh mahasiswa secara baik yaitu Bahasa-Bahasa Indonesia, Bahasa Arab dan
Bahasa Inggris, Filsafat,ilmu-ilmu alam, ilmu social dasar dan pancasila, dan
yang berada pada bagian batang yang menggambarkan kajian sumber ilmu yang
berasal dari kitab suci al-Qur’an hadis, pemikiran Islam dan masyarakat Islam.
Semua mahasiswa, tanpa terkecuali jurusan apapun yang diambil, wajib
mempelajarinya.
2.
Fardh kifayah, yaitu
ilmu-ilmu yang berada pada ruang lingkup dahan, ranting dan daun. Artinya,
setiap mahasiwa boleh mengambil secara berbeda antara yang satu dengan yang
lain. Dan, jika seorang mahasiswa sudah mengambil satu jenis fakultas tidak
berkewajiban untuk mengambil fakultas lainnya. Jenis ilmu yang digambarkan
sebagai dahan tersebut misalnya ilmu
psikologi, ilmu ekonomi, ilmu hukum, ilmu teknik, ilmu MIPA yang akan
menghasilkan buah. Buah itu dalam hal ini untuk menggambarkan produk dari
bangunan ilmu yang bersifat integratif antara agama dan ilmu umum, yaitu iman,
amal sholeh dan akhlak karimah.[30]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sosok ilmuan
terkenal di dunia, itu al-Ghazali yang bernama Abu Hamid Muhammad ibnu Ahmad
al-Ghazali Al-Thusi. Ia dilahirkan pada tahun 450 H/1058 M di Ghazal, Thus,
provinsi Khurasan, Republik Islam Iran. Dan wafat pada pada 14 Jumadil Akhir
505 H, bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1111 M. Jasadnya dikebumikan di
sebelah timur benteng dekat Thabaran . Beliau telah Menghasilkan beberapa karya
yang dikaji oleh banyak orang, diantara yang paling terkenal adalah ihya’
Ulumuddin.
Di dalam ihya
ulumuddin, al-Ghazali membahasan banyak hal, diantaranya adalaha tentang ilmu.
Al-Ghazali mengelaskan sturktur kelimuan dan telah membagi ilmu pengetahuan
menjadi dua, yaitu ilmu syari’ah dan ilmu bukan syari’ah. Kemudian ilmu
syari’ah tersebut terbagi menjadi dua yaitu ilmu syari’ah yang bersifat fardh
‘ain dan ilmu syari’ah yang bersifat fardh kifayah. Kemudian ilmu yang bukan
syari’ah itu juga terbagi menjadi ilmu yang tepuji, ilmu yang tercela, dan ilmu
yang dibolehkan, kemudian ilmu yang terpuji itu juga terbagi menjadi ilmu yang
fardh kifayah dan ilmu utama yang boleh dilakukan.
Secara garis besar, al-Ghazali membagi ilmu
itu berdasarkan hukum mencarinya menjadi fardh ‘ain dan fardh kifayah. Ilmu
yang tegolong pertama (fardh ‘ain) berupa ilmu agama Islam berupa al-Qur’an dan
hadis. Sedangkan ilmu yang tergolong jenis kedua (fardh kifayah) adalah ilmu
yang dipandang penting dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, misalnya ilmu administrasi, ilmu kedokteran, ilmu pendidikan, ilmu
ekonomi, ilmu politik dan sebagainya.
Selaras
dengan itu, pengembangan keilmuan yang dilakukan Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang, yang terkonsep dalam pohon ilmu yang terdiri dari
bagian-bagian keilmuan, yaitu akar berupa ilmu-ilmu alat dan batang berupa
ilmu-ilmu sumber Islam, keduanya bersifat fardh ‘ain yang wajid bagi seluruh
mahasiswa dari berbagai jurusan untuk mempelajarinya. Dan bagian dahan, ranting
dan daun, yang bersifat fardh kifayah, artinya setiap mahasiwa boleh mengambil
secara berbeda antara yang satu dengan yang lain. Dan, jika seorang mahasiswa
sudah mengambil satu jenis fakultas tidak berkewajiban untuk mengambil fakultas
lainnya. Jenis ilmu yang digambarkan sebagai dahan tersebut misalnya ilmu psikologi, ilmu ekonomi, ilmu hukum,
ilmu teknik, ilmu MIPA yang akan menghasilkan buah.
Jadi dapat
disimpulkan bahwasannya ada relevansi antara strukur keilmuan persektil
al-Ghazali dengan konsep pohon ilmu yang dikembangkan di Universitas Islam
Negeri Maulana Malaik Ibrahim Malang yang bersifat integratif dan bertujuan
untuk menghasilkan lulusan mahasiswa yang dipersonifikasikan sebagai ulama yang intelek
professional dan intelek professional yang ulama.
[2] Sirajuddin Zar, Filsafat
Islam (Filsafat dan Filosofnya), (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada:2004),
hlm. 155.
[3] Syamsul Kurniawan dan
Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 87.
[24] Universitas Islam
Negeri Malang, Tarbiyah Uli al-Albab:Dzikir, Fikr dan Amal Shaleh, (Malang:
UIN Press, 2008), hlm.14.
[27] Imam Suprayogo, Paradigma
Pengembangan Keilmuan di Perguruan tinggi (Konsep Pendidikan Tinggi yang Dikembangkan Universitas Islam Negeri (UIN) Malang).
Malang:UIN Press,2008), hlm.40-41.
llmu itu sebagai cahaya kehidupan dan dapat mencapai cita cita serta mempermudah seseorang masuk sorga
BalasHapusmakasih postinganya, semoga berkah dan manfaat.
BalasHapus