Makalah

Senin, 25 Maret 2013

KONTRIBUSI BEHAVIORISME-STRUKTURALISME TERHADAP MUNCULNYA METODE SAM’IYAH-SYAFAWIYAH DALAM PEMBELAJARAN BAHASA ARAB




Abstrak
            Bahasa Arab merupakan bahasa asing yang telah diajarkan dilembaga-lembaga pendidikan baik secara formal maupun non formal. Adapun orientasi dari pembelajan bahasa Arab itu bervariasi. Dalam pembelajaran bahasa arab ada tiga tiga teori keilmuan yang mendasarinya, yaitu ilmu jiwa (psikologi), ilmu bahasa (linguistik), dan ilmu pendidikan (pedagogi). Dalam pembahasan kali ini, penulis menfokuskan pada behaviorisme dari teori psikologi dan strukturalisme dari linguistic yang memberikan kontribusi terhadap pembelajaran bahasa Arab. Diantara unsur-unsur pembelajaran bahasa Arab adalah metode yaitu untuk penyampaian materi secara prosedural. Dan salah satu metode tersebut adalah metode sam’iyah-syafawiyah atau audio-lingual. Munculnya metode ini dilatarbelakangi oleh behaviorisme dan strukturalisme yang  memberikan kontribusi pandangannya terhadap pembelajaran bahasa Arab. Dasar-dasar itu adalah bahwa bahasa adalah ujaran, bukan tulisan, bahasa terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan, yang harus dipelajari adalah bahasa, bukan tentang bahasa, bahasa bukan dibicarakan tetapi harus digunakan dan semua bahasa di dunia memiliki perbedaan, serta urutan keterampilan berbahasa yang harus diajarkan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.
Kata Kunci          : Behaviorisme, Strukturalisme, Metode sam’iyah syafawiyah,
   
Pendahuluan
            Bahasa Arab sebagai bahasa asing, telah diajarkan di berbagai lembaga pendidikan baik itu secara formal maupun non formal, seperti Sekolah, Kampus, Pondok Pesantren, dan lain-lain. Pembelajaran bahasa Arab itu memiliki beberapa orientasi yang bervariasi, seperti orientasi religi, orientasi akademis, orientasi professional dan pragmatis serta orientasi ideologis dan ekonomis.
            Terkait dengan pembelajaran Bahasa, Khususnya bahasa Arab, ada beberapa dasar-dasar teoritis yang mendasarinya, yaitu Teori-teori ilmu jiwa (psikologi), teori-teori ilmu bahasa (linguistik), dan teori-teori pendidikan (pedagogi). Ketiga teori ini memberikan kontribusi yang besar terhadap pembelajaran bahasa arab dalam hal penentuan tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, bahan ajar, evaluasi pembelajaran dan lain-lain.
            Metode pembelajaran bahasa Arab yang berhubungan erat dengan langkah-langkah penyampaian materi secara prosedural sesuai dengan pendekatan yang digunakan , tidak bisa terlepas dari kontribusi tiga landasan teori yang telah disebutkan, diantara dua landasan itu adalah psikologi dan linguistik, yang menjadi fokus dalam tulisan ini.
            Diantara teori ilmu jiwa (Psikologi) yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan metode pembelajaran bahasa Arab adalah teori behaviorisme yang digagas oleh Pavlov, teori Nativisme yang ikuti oleh Chomsky, dan teori-teori yang lain. Adapun teori ilmu bahasa (linguistik) yang juga memberikan kontribusi terhadap perkembangan metode pembelajaran bahasa Arab adalah teori struktural yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure, teori Generatif-Transformatif yang tokoh utamanya adalah Chomsky.
            Dari uraian di atas, maka penulis dalam tulisan ini akan membahas tentang salah satu teori psikologi dan linguistik yang mempengaruhi munculnya metode sam’iyah-syafawiyah atau metode audio-lingual dalam pembelajaran bahasa Arab, adapun teori psikologi yang mengusungnya adalah teori behaviorisme, sedangkan teori linguistik adalah teori struktural.
Pengertian dan Sejarah Munculnya Teori Behaviorisme Dan Strukturalisme
            Behaviorisme dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa menurut Jorj Ghazda dan Raimon Kursini dalam (Jailani Musni, 2009:8) merupakan salah satu hasil penerapan teori behaviorisme dalam ilmu jiwa terhadap peilaku verbal  manusia. Begitu juga menurut Fahir Aqil dalam buku yang sama menyatakan, teori behaviorisme atau yang sering disebut oleh sebagian pakar sebagai associationism theory, merupakan salah satu teori yang lahir pada akhir abad Sembilan belas, dan awal abad dua puluh Masehi.
            Terkait dengan latar belakang adanya teori behaviorisme, dijelaskan dalam (Jailani Musni, 2009:8), Teori ini di mulai oleh langkah Pavlov (1849-1936 M) mengamati air liur anjing yang keluar ketika diberi makanan . Pemberian makanan ini dilakukan berkali-kali. Kemudian Pavlov berkesimpulan bahwa makanan merupakan stimulus (rangsangan) bagi anjing, yang diikuti secara spontan oleh respon. Respon itu berupa air liur yang keluar ketika anjing melihat makanan. Ketika anjing itu melihat pembantu datang lagi, padahal ia tidak membawa makanan, air liurnya tetap keluar. Itu artinya, anjing itu menyamakan kedatangan pembantu dengan keberadaan makanan. Dengan kata lain, anjing “memahami” bahwa pembantu datang berarti makanan pun muncul.
            Begitu juga dijelaskan oleh Khair Arqusi dalam (Jailani Musni, 2009:8), dalam eksperimennya itu, Pavlov menyertakan sebuah lampu yang dinyalakan lampu, dan membunyikan lonceng. Tindakan itu, pada mulanya diikuti oleh pemberian makanan, dan pada waktu berikutnya tidak diikuti pemberian makanan. Pavlov melakukan tindakan itu untuk mengetahui dengan jelas tentang respon yang akan muncul. Ternyata, kedatangan pembantu, nyala lampu, dan bunyi lonceng, sesungguhnya, telah menjadi stimulus yang menjadi pengondisian (pembiasaan) bagi anjing itu. Pengondisian inilah yang mempengaruhi sikap-perilaku anjing dengan hanya mengikut-sertakannya.
            Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Pavlov itu menelurkan beberapa teori cabang behaviorisme. Dan telah diekperimenkan dengan manusia sebagai objeknya dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa baik pertama atau kedua, diantara yang mengembangkannya adalah J.B Watson.
            Adapun teori struktural yang merupakan terori dari ilmu bahasa (linguistik), menurut Abdul Al-Rajihi dalam (Jailani Musni, 2009:8) teorisme lahir pada akhir abad Sembilan belas Masehi, dan awal abad dua puluh Masehi. Aliran ini didirikan oleh seorang linguis Swiss, yaitu Ferdinand de Saussure (1857-1913). Ia menjelaskan teorinya ini dalam kuliah yang ia sampaikan kepada para mahasiswanya. Seninggalnya pada 1916 M, murid-muridnya menyebarkan teori atau aliran analisis structural ini.
            Teori struktural ini membahas bahasa sebagai bahasa. Ia mempelajarinya sebagaimana adanya, dan mempelajarinya pada apa yang tampak. Seorang peneliti tidak boleh mengubah karakteristik bahasa, sebagaimana ia tidak boleh mengubah karakteristik suatu ilmu. Karena itu, ia tidak boleh membatasi bahasannya pada satu aspek bahasa saja karena menganggapnya baik. (Jailani Musni, 2009:8)
Tokoh-tokoh Behaviorisme serta Pandanganya Terhadap Pembelajaran Bahasa
            Ada banyak tokoh yang mendukung teori behaviorisme dan mengeluarkan pendapatnya terkait dengan teori behaviorisme ini. Diantaranya adalah Pavlov, adapun teorinya yang ditelurkan dinamakan dengan teori pembiasaan klasik yang bermula dari ekperimen anjing sebagaimana dijelakan di atas. Menurut teori ini kemampuan seseorang untuk membentuk respon-respon yang yang dibiasakan berhubungan erat dengan sistem yang digunakan. Teori ini percaya adanya perbedaan-perbedaan yang dibawa sejak lahir dalam kemampuan belajar. RD dapat diperkuat dengan ulangan-ulangan teratur dan intensif. Pavlov tidak tertarik dengan “pengertian” dan “pemahaman” atau apa yang disebut insight (kecepatan melihat hubungan-hubungan di dalam pikiran). (Abdul Chaer, 2009:85)
            Selanjutnya adalah J.B Watson (1878-1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Dalam (Abdul Chaer, 2009:85) menurut behaviorisme yang dianut oleh Watson, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku, dan sedikit pun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Yang adapat dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respon), sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian. Maka dalam proses pembelajaran, menurut Watson, tidak ada perbedaan antara manusia dan hewan.
            Tokoh selanjutnya adalah skinner, dalam bukunya Verbal Behavior dalam (Mamlu’atul Hasanah, 2010:68) ia menyatakan bahwa bahasa adalah perilaku verbal. Ia juga mengatakan bahwa berbahasa haruslah ditanggapi sebagai satu respon operan berkondisi terhadap stimulus tersembunyi baik yang internal atau eksternal. Hal ini dapat dijelaskan bahawa semua pengetahuan bahasa yang dimiliki oleh manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia. Karena itulah kemudian teori ini dikenal dengan istilah teori pembelajaran bahasa pengkondisian operan. Dalam bentuk teori ini dinyatakan bahwa perilaku berbahasa seseorang dibentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar orang itu.
Ada juga seorang tokoh behaviorisme berkebangsaan Amerika yang memulai dengan sebuah eksperimen yang disebut dengan trial and error. Ia adalah Edward L.Thorndike, teori pembelajarannya disebut dengan connectionism atau S-R bond theory (teori gabungan stimulus-respon). Dalam (Abdul Chaer, 2009:87), disebutkan bahwa teori ini pada dasarnya menyarankan tiga prinsip yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Jika suatu organisme bersedia melakukan suatu tindakan, maka menyelesaikan suatu perbuatan itu akan menimbulkan kepuasan hati.
2.      Jika suatu urutan rangsangan (stimulus) – gerak balas (respon) diikuti oleh satu keadaan yang memuaskan hati, maka hubungan S-R dapat diperkuat , sementara pengganggu akan menghentikan pengulangan hubungan itu.
3.      Hubungan-hubungan S-R dapat diperkuat melalui latihan-latihan.
Sebenarnya masih banyak lagi tokoh-tokoh behaviorisme yang mewarnai teori ini dengan pemikiran-pemikirannya yang pada nantinya akan memberikan kontribusi dalam perkembangan metode pembelajaran bahasa Arab, yang akan dijelaskan nanti.
Tokoh-tokoh Strukturalisme serta Pandanganya Terhadap Pembelajaran Bahasa
            Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa aliran struktural ini dipelopori oleh seorang linguis Swiss, yaitu Ferdinand de Saussure. Menurut Ferdinand de Saussure, dalam (Abdul Chaer, 2009:67) linguistik murni itu menkaji langue bukan parole atau langage, karena alasan sebagaimana berikut:
1.      Langue bersifat social sedangkan parole bersifat individual. Sifat keduanya saling bertentangan. Langue berada di dalam otak. Belajar Langue bersifat social dalam pengertian sinkronik, sedangkan parole bersifat idiosinkronik karena ditentukan oleh perseorangan.
2.      Langue itu bersifat abstrak dan tersembunyi di dalam otak sedangkan parole bergantung pada kemauan penutur dan bersifat intelektual.
3.      Langue adalah pasif sedangkan parole adalah aktif.   
            Kemudian ada tokoh Strukturalisme (linguistik) selanjutnya yaitu Bloomfield, yang mengembangkan teori dari Ferdinand de Saussure. dalam bukunya “Language” dalam (Mamlu’atul Hasanah, 2010:68), ia menerapkan pokok-pokok pikiran behaviorisme dalam analisi bahasa sebagai berikut:
1.      Bahasa adalah bentuk dari tingkah laku fisik
2.      Orang harus membedakan antara sesuatu yang mendahului bahasa, bahasa dan peristiwa yang mengikuti bahasa.
3.      S                      r                       s                      R
       r : merupakan respon pengganti
       s : merupakan stimulus pengganti
4.       Bloomfield lebih menekankan proses mekanisme bahasa bukan proses mentalisme.
Ada beberapa teori yang berkenaan dengan aliran ini tentang bahasa, dapat disebutkan antara lain:
1.    Bahasa pertama-tama adalah bahasa lisan atau bahasa ujaran.
2.    Kemampuan bahasa diperoleh melalui kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan penguatan.
3.    Setiap bahasa memiliki sistemnya sendiri-sendiri yang berbeda dengan bahasa lainnya, oleh karena itu, menganalisis suatu bahasa tidak bisa menggunakan kerangka yang digunakan untuk menganalisis bahasa lainnya.
4.    Setiap bahasa memiliki sistem yang utuh dan cukup untuk mengekspresikan maksud dan ide dari penuturnya, oleh karena itu, tidak ada suatu bahasa yang unggul atas bahasa yang lainnya.
5.    Semua bahasa yang hidup berkembang mengikuti perubahan zaman terutama karena terjadinya kontak dengan bahasa lain, oleh karena itu kaidah-kaidah pun bisa mengalami perubahan.
6.    Sumber pertama dan utama kebakuan bahasa adalah penutur bahasa tersebut, bukan lembaga ilmiah, pusat bahasa, atau madzab-madzab gramatika. (Ahmad Fuad Effendy, 2004:13)       
Munculnya Metode Sam’iyah-Syafawiyah (Audio-Lingual)
            Metode sam’iyah-syafawiyah atau metode audio lingual ini sebagai respon bagi dua hal penting pada tahun 50-an dan 60-an, yaitu: 1) studi bahasa yang dilakukan oleh ahli jiwa dan ahli bahasa terhadap bahasa-bahasa lisan Hindia di wilayah Amerika Serikat, 2) perkembangan sarana komunikasi antara mereka dan adanya kebutuhan mempelajari bahasa asing tidak hanya digunakan untuk membaca tetapi untuk komunikasi langsung antar mereka. Pandangan inilah yang melahirkan metode baru dalam pembelajaran asing yang kemudian dinamakan dengan metode sam’iyah-syafawiyah atau metode audio lingual. (Abdul Hamid, dkk, 2008:26-27).
            Maka dapat disimpulkan bahwa teori struktural dan behaviorisme telah menjadi dasar bagi metode sam’iyah-syafawiyah atau metode audio lingual dalam pembelajaran bahasa arab. Menurut Al-Naqoh dan Badri dalam (Acep Hermawan, 2011:186) bahwa dasar itu adalah bahwa bahasa adalah ujaran, bukan tulisan, bahasa terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan, yang harus dipelajari adalah bahasa, bukan tentang bahasa, bahasa bukan dibicarakan tetapi harus digunakan dan semua bahasa di dunia memiliki perbedan. Selain itu Al-Khuli dalam (Acep Hermawan, 2011:186) menambahkan dasar lain dengan adanya urutan keterampilan berbahasa yang harus diajarkan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.  
Ciri-ciri Penggunaan Metode Sam’iyah-Syafawiyah (Audio-Lingual)
            Dalam (Abdul Hamid, dkk, 2008: 27) dijelaskan sekilas tentang ciri-ciri penggunaan metode sam’iyah-syafawiyah atau metode audio-lingual adalah sebagaimana berikut:
1.      Metode ini berangkat dari gambaran bahwa bahasa adalah seperangkat symbol-simbol suara yang yang dikenal oleh anggota masyarakat untuk mengadakan komunikasi diantara mereka. Maka tujuan pokok pengajaran bahasa arab adalah memberi bekal kemampuan bagi selain penutur Arab agar mampu berkomunikasi aktif dengan penutur Arab dengan berbagai keterampilan dan dalam berbagai situasi.
2.      Guru dalam mengajarkan bahasa mengikuti urutan asli pemerolehan bahasa pertama yaitu dari keterampilan mendengar dulu kemudian menirukan bicara orang-orang sekitar dan mengucapkan kata-kata, membaca dan terakhir menulisnya.
3.      Metode ini didasarkan pada pandangan antropologi kebudayaan bahwasannya budaya bukanlah sekedar bentuk seni atau sastra akan tetapi budaya merupakan gaya hidup yang melingkupi kehidupan suatu kelompok yang berbicara dengan bahasa mereka. Oleh sebab itu mengajarkan bentuk-bentuk budaya Arab adalah hal yang lazim di tengah-tengah pengajaran bahasa.


Aplikasi Metode Sam’iyah-Syafawiyah) dalam Pembelajaran Bahasa Arab
            Adapun aplikasi metode sam’iyah-syafawiyah atau metode audio- lingual dalam pembelajaran bahasa Arab sebagaimana dalam (Acep Hermawan, 2011:188-189) yaitu:
1.      pelajar harus menyimak, kemudian berbicara, lalu membaca, dan akhirnya menulis.
2.      Tata bahasa harus disajikan dalam bentuk pola-pola kalimat atau dialog-dialog dengan topik situasi-situasi sehari-hari.
3.      Latihan (drill / al-tadribat) harus mengikuti operant-conditioning. Dalam hal ini hadiah adalah baik diberikan.
4.      Semua unsur tata bahasa harus disajikan dari yang mudah kepada yang sukar atau bertahap (graded exercise/tadarruj/al-tadrib).
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, diperlukan langkah-langkah yang dianggap cocok. Misalnya saja langkah yang dipilih adalah sebagai berikut:
1.      Pendahuluan, memuat berbagai hal yang berkaitan dengan materi yang akan disajikan baik berupa appersepsi, atau tes awal tentang materi, atau yang lainnya.
2.      Penyajian dialog / bacaan pendek yang dibacakan oleh guru berulang kali, sedangkan pelajar menyimaknya tanpa melihat pada teksnya.
3.      Peniruan dan penghafalan dialog / bacaan pendek dengan teknik meniru setiap kalimat secara serentak dan menghafalkannya. Di dalam pembelajaran bahasa Arab teknik ini dikenal dengan teknik “peniruan-penghafalan”.
4.      Penyajian pola-pola kalimat yang terdapat dalam dialog / bacaan yang dianggap sulit karena terdapat struktur atau ungkapan-ungkapan  yang sulit. Hal ini bisa dikembangkan dengan drill. Dengan teknik ini dilatih struktur dan kosa kata. Contohnya sebagai berikut:
Drill yang mengganti satu unsur (al-tadrib al-namthi):

Guru    :           S1                                                                                              أنا تلميذ
Pelajar :           R2                                                                                                           أنا تلميذ                 Guru     :(memberi penguatan dan rangsangan baru):S2
صحيح,.....نحن.....!
            Pelajar :           R2                نحن تلاميذ                                                                           dan seterusnya.
            Drill Tanya jawab (tadrib al-su’al wa al-jawab):
            Guru    :           S1    يكتب أحمد الدرس في الفصل                                                              
            Guru    :           S2    ماذا يعمل أحمد ؟                                                                         
            Pelajar :           R1   يكتب الدرس                                                                               
Guru    : (memberi penguatan dan rangsangan baru):S3
صحيح,.... وأين يكتب أحمد؟
            Pelajar :           R2 في الفصل                                                                                     
            dan seterusnya.
            Drill menyatukan kalimat (tadrib tamzij al-jumal):
            Guru    :           S1
" إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة", "هو مريض"--- (لأن)
            Pelajar :           R1
إبراهيم لا يذهب إلى المدرسة لأنه مريض
            Guru    :           S2
"إبراهيم مريض", "إبراهيم يقرآ الكتاب في بيته" --- (لكن)
            Pelajar :           R2 إبراهيم مريض, لكنه يقرأ الكتاب في بيته                                               
            dan lain-lain.
5.      Dramatisasi dari dialog/bacaan yang sudah dilatikan di atas, pelajar yang sudah hafal disuruh mempergunakannya di muka kelas.
6.      Pembentukan kalimat-kalimat lain yang sesuai dengan pola-pola kalimat yang sudah dilatikan.
7.      Penutupan (jika diperlukan) misalnya dengan memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah. Dalam hal ini pelajar disuruh berlatih kembali dalam menggunakan pola-pola yang sudah dipelajarinya di sekolah.
Simpulan
            Behaviorisme adalah suatu aliran ilmu jiwa (psikologi) yang menyatakan bahwa factor eketernal adalah lebih dominan pengaruhnya terhadap keberhasilan belajar peserta didik, khususnya dalam pembelajaran bahasa. Pelopornya adalah ilmua dari rusia yaitu Ivan Pavlov dengan teorinya stimulus respon, kemudian dikembangkan oleh tokoh behaviorisme yang lain, seperti J.B Watson, Skinner, Edward L.Thorndike dan lain-lain yang telah mawarnai pemikiran behaviorisme.
            Adapun Strukturalisme adalah suatu aliran ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji bahasa sebagaimana adanya, dan mempelajarinya pada apa tampak. Seorang peneliti tidak boleh mengubah karakteristik bahasa. Teori ini dipelopori oleh Ferdinand de Saussure yang kemudian dikembangkan oleh Bloom Field dan lainya.
            Kedua Aliran ini (Behaviorisme dan Struturalisme) telah menjadi dasar bagi metode sam’iyah-syafawiyah atau metode audio lingual dalam pembelajaran bahasa arab. dasar itu adalah bahwa bahasa adalah ujaran, bukan tulisan, bahasa terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan, yang harus dipelajari adalah bahasa, bukan tentang bahasa, bahasa bukan dibicarakan tetapi harus digunakan dan semua bahasa di dunia memiliki perbedaan, serta urutan keterampilan berbahasa yang harus diajarkan yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.       
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta:Rineka Cipta.
Effendy, ahmad Fuad. 2004. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Malang:Misykat.
Hamid, Abdul, dkk. 2008. Pembelajaran Bahasa arab (Pendekatan, Metode, Strategi, Materi dan Media). Malang:UIN Press.
Hasanah, Mamlu’atul. 2010. Proses Manusia Berbahasa Perspektif Al-Qur’an dan Psikolinguistik. Malang:UIN Press.
Hermawan, Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa arab. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
Musni, Jailani. 2009. Psikolinguistik Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung:Humaniora.